NAMA : Cahya Setiya
KELAS : XI IPA 2
Merkuri
dilambangkan dengan Hg, akronim dari Hydragyrum yang berarti perak
cair. Merkuri merupakan salah satu unsur logam yang terletak pada golongan II
B pada sistem periodik, dengan nomor atom 80 dan nomor massa 200.59.
Logam merkuri dihasilkan secara alamiah diperoleh dari pengolahan
bijihnya, Cinabar, dengan oksigen (Palar;1994).
Logam merkuri yang
dihasilkan ini, digunakan dalam sintesa senyawa senyawa anorganik dan
organik yang mengandung merkuri. Dalam kehidupan sehari-hari, merkuri berada
dalam tiga bentuk dasar, yaitu : merkuri metalik, merkuri anorganik dan
merkuri organik
Merkuri metalik
dikenal juga dengan istilah merkuri unsur (mercury element), merupakan
bentuk logam dari merkuri. logam ini berwarna perak. Jenis merkuri ini
digunakan pada alat-alat laboratorium seperti termometer raksa, termostat,
spignometer, barometer dan lainya. Secara umum logam merkuri memiliki
karakteristik sebagai berikut, Berwujud cair pada suhu kamar (250C)
dengan titik beku (-390C). Merupakan logam yang paling mudah
menguap. Memiliki tahanan listrik yang sangat rendah, sehingga digunakan
sebagai penghantar listrik yang baik. Dapat membentuk alloy dengan logam lain
(disebut juga dengan amalgam)
Merkuri metalik
digunakan secara luas dalam industri, diantaranya sebagai katoda dalam
elektrolisis natrium klorida untuk menghasilkan soda kautik (NaOH) dan gas
klorin. Logam ini juga digunakan proses ektraksi logam mulia, terutama
ekstraksi emas dari bijihnya, digunakan juga sebagai katalis dalam industri
kimia serta sebagai zat anti kusam dalam cat.
Merkuri metalik
dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Termometer
merkuri yang pecah merupakan salah satu contohnya. Ketika termometer pecah,
sebagian dari merkuri menguap ke udara. Merkuri metalik tersebut dapat
terhirup oleh manusia yang berada di dekatnya.
Delapan puluh
persen (80%) dari merkuri uap yang terhirup, diabsorbsi oleh
alveoli paru-paru. Merkuri metalik ini masuk dalam sistem peredaran darah
manusia dan dengan bantuan hidrogen peroksidase merkuri metalik akan
dikonversi menjadi merkuri anorganik.
Penggunaan merkuri
metalik yang lain dan paling umum adalah pada amalgam gigi. Amalgam gigi
mengandung 50 % unsur merkuri, 35 % perak, 9 % timah 6 % tembaga dan
seng. Amalgam ini digunakan sebagai penambal gigi berlobang.
Tambalan amalgam
melepaskan partikel mikroskopik dan uap merkuri. Kegiatan mengunyah dan
meminum makanan dan minuman yang panas menaikan frekuensi lepasnya tambalan
gigi. Uap merkuri tersebut akan di serap oleh akar gigi, selaput lendir dari
mulut dan gusi, dan ditelan, lalu sampai ke kerongkongan dan saluran cerna.
Merkuri metalik
dalam saluran gastrointestinal akan dikonversi menjadi merkuri sulfida dan
diekskresikan melalui feces. Para peneliti dari Universitas Of Calgari
melaporkan bahwa 10 % merkuri yang berasal dari amalgam pada akhirnya
terakumulasi di dalam organ-organ tubuh (McCandless;2003)
Merkuri metalik
larut dalam lemak dan didistribusikan keseluruh tubuh. Merkuri metalik dapat
menembus Blood-Brain Barier (B3) atau Plasenta Barier. Keduanya
merupakan selaput yang melindungi otak atau janin dari senyawa yang
membahayakan. Setelah menembus Blood-Brain Barier, merkuri metalik
akan terakumulasi dalam otak. Sedangkan merkuri yang menembus Placenta
Barier akan merusak pertumbuhan dan perkembangan janin.
Referensi
Kaim, wolfgang.
1951, Bioinorganik Chemistry : Inorganic Element In The Chemistry Of Life :
An Introduction and Guide. England John Wiley & Sons.
McCandless,
Jaquelyn., Siregar, Ferdina (ptjm). 2003, Anak-anak dengan Otak yang “lapar”,
Panduan penanganan medis untuk penyandang ganguan spectrum autism
(tjm). Jakarta. Grasindo.
Palar, Heryanto.
1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta. Rineke Cipta.
Patrick,
Lyn. 2002, Mercury Toxicity and Anti Oksidant: part I: Role Of Gluthatione
And Alpha-Lipoic Acid in The Treatment of Mercury Toxicity. Alternative
Medicine Review Vol 7 (6) 456-471.
|
Hidrogen
peroksida dengan rumus kimia H2O2 ditemukan oleh Louis
Jacques Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang
memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah
gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Teknologi yang
banyak digunakan di dalam industri hidrogen peroksida adalah auto
oksidasi Anthraquinone.
H2O2
tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam air.
Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat stabil
dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun.
Mayoritas
pengunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi
dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen
peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud
untuk menghambat laju dekomposisinya. Termasuk dekomposisi yang terjadi selama
produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen,
reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air (H2O)
dan panas. Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi adalah sebagai berikut:
H2O2
-> H2O + 1/2O2 + 23.45 kcal/mol
Faktor-faktor
yang mempengaruhi reaksi dekomposisi hidrogen peroksida adalah:
1. Bahan
organik tertentu, seperti alkohol dan bensin
2. Katalis, seperti Pd, Fe, Cu, Ni, Cr, Pb, Mn
3. Temperatur, laju reaksi dekomposisi hidrogen peroksida naik sebesar 2.2 x setiap kenaikan 10oC (dalam range temperatur 20-100oC)
4. Permukaan container yang tidak rata (active surface)
5. Padatan yang tersuspensi, seperti partikel debu atau pengotor lainnya
6. Makin tinggi pH (makin basa) laju dekomposisi semakin tinggi
7. Radiasi, terutama radiasi dari sinar dengan panjang gelombang yang pendek
2. Katalis, seperti Pd, Fe, Cu, Ni, Cr, Pb, Mn
3. Temperatur, laju reaksi dekomposisi hidrogen peroksida naik sebesar 2.2 x setiap kenaikan 10oC (dalam range temperatur 20-100oC)
4. Permukaan container yang tidak rata (active surface)
5. Padatan yang tersuspensi, seperti partikel debu atau pengotor lainnya
6. Makin tinggi pH (makin basa) laju dekomposisi semakin tinggi
7. Radiasi, terutama radiasi dari sinar dengan panjang gelombang yang pendek
Hidrogen
peroksida bisa digunakan sebagai zat pengelantang atau bleaching agent
pada industri pulp, kertas, dan tekstil. Senyawa ini juga biasa dipakai
pada proses pengolahan limbah cair, industri kimia, pembuatan deterjen, makanan
dan minuman, medis, serta industri elektronika (pembuatan PCB).
Salah satu
keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah
sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya.
Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh
dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya
dikombinasikan dengan NaOH atau soda api. Semakin basa, maka laju dekomposisi
hidrogen peroksida pun semakin tinggi. Kebutuhan industri akan hidrogen
peroksida terus meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun saat ini di Indonesia
sudah terdapat beberapa pabrik penghasil hidrogen peroksida seperti PT
Peroksida Indonesia Pratama, PT Degussa Peroxide Indonesia, dan PT Samator Inti
Peroksida, tetapi kebutuhan di dalam negeri masih tetap harus diimpor.
Teknik
ini tidak akan menolong kita jika yang ingin kita ketahui umurnya masih
hidup, misalnya teman mengobrol kita lewat internet yang mengaku 25 tahun.
Penentuan umur menggunakan teknik radiokarbon (radiocarbon dating) berguna
untuk menentukan umur tumbuhan atau sisa hewan yang mati sekitar lima ratus
hingga lima puluh ribu tahun lampau.
Sejak ditemukan oleh gurubesar kimia University of Chicago, Willard F. Libby (1908-1980) sekitar tahun 1950-an (ia menerima Hadiah Nobel untuk penemuan tersebut pada tahun 1960), teknik radiokarbon telah menjadi perkakas riset sangat ampuh dalam arkeologi, oseanografi, dan beberapa cabang ilmu lainnya. Agar teknik radiokarbon dapat memberitahu umur sebuah objek, objek tersebut harus mengandung carbon organic, yakni karbon yang pernah menjadi bagian dalam tubuh tumbuhan atau hewan. Metode radiocarbon dating memberitahu kita berapa lama yang lalu suatu tumbuhan atau hewan hidup, atau lebih tepat, berapa lama yang lalu tumbuhan atau hewan itu mati. Uji radiocarbon dapat dilakukan terhadap bahan-bahan seperti kayu, tulang, arang dari perapian perkemahan atau gua purba, atau bahkan kain linen yang digunakan untuk membungkus mummi, karena kain linen itu terbuat dari serat tanaman flax. Karbon adalah salah satu unsur kimia yang dikandung oleh setiap makhluk hidup dalam bentuk macam-macam bahan biokimia, dalam protein, karbohidrat, lipid, hormone, enzim, dsb. Sesungguhnya, ilmu kimia yang mempelajari bahan kimia berbasis karbon disebut “kimia organik” karena dahulu orang yakin bahwa satu-satunya tempat bagi bahan kimia ini adalah makhluk hidup. Kini, orang tahu bahwa kita dapat membuat segala macam bahan kimia organik berbasis karbon dari minyak bumi tanpa harus mengambil dari tumbuhan atau hewan. Tetapi, karbon dalam makhluk hidup berbeda dalam satu hal penting dari karbon dalam bahan-bahan bukan makhluk hidup seperti batu bara, minyak bumi, dan mineral. Karbon “hidup” mengandung sejumlah kecil atm karbon jenis tertentu yang disebut karbon-14, sedangkan karbon”mati” hanya mengandung atom-atom karbon-12 dan karbon-13. Ketiga macam atom-atom karbon berbeda itu disebut isotop-isotop karbon; mereka semua mempunyai perilaku sama secara kimiawi, tetapi mempunyai berat yang berbeda-beda, atau lebih tepat, mempunyai massa berbeda-beda. Yang unik seputar karbon-14, disamping massanya, adalah karena mereka radioaktif. Yakni, mereka tidak stabil dan cenderung melapuk, terpecah sambil menembakkan partikel-partikel subatom: disebut partikel-partikel beta. Dengan demikian semua makhluk hidup sebetulnya bersifat radioaktif, meskipun sedikit, yaitu karena memiliki karbon-14. Betul termasuk anda dan saya, kita semua radioaktif. Orang dengan berat 68 kg mengandung sekitar sejuta miliar atom karbon-14 yang menembakkan 200.000 partikel beta setiap menit!! |
Khelasi
(Chelation), berasal dari bahasa Yunani chele yang berarti
sepit, merujuk kepada tangan kepiting atau kalajengking. Khelasi merupakan suatu
proses reversible pembentukan ikatan dari suatu ligan, yang disebut khelator
atau agen khelasi, dengan suatu ion logam membentuk suatu komplek metal yang
disebut khelat. Tipe ikatan yan terbentuk dapat berupa ikatan kovalen
atau ikatan kovalen koordinasi.
Terapi khelasi merupakan suatu metoda yang digunakan dalam mengatasi keracunan logam berat seperti merkuri. Dalam metoda ini digunakan senyawa organik tertentu yang dapat mengikat merkuri dan mengeluarkannya dari dalam tubuh manusia. Senyawa tersebut memiliki gugus atom dengan pasangan elektron bebas, elektron tersebut akan digunakan dalam pembentukan ikatan dengan merkuri. Beberapa senyawa organik yang bisa digunakan sebagai khelator adalah dimercaprol, 2,3-dimercaptosuccinic acid (DMSA). 2,3-dimercapto-succinic acid (DMSA) merupakan senyawa organik larut dalam air, yang mengandung dua gugus tiol (-SH). DMSA merupakan khelator yang efektif dan aman digunakan dalam penanganan keracunan logam berat seperti timbal, arsen dan merkuri. Senyawa ini telah digunakan dalam penanganan keracunan merkuri sejak tahun 1950-an di Jepang, Rusia dan Republik Rakyat China, dan sejak tahun 1970-an digunakan di Eropa dan Amerika Serikat.
Senyawa
2,3-dimercapto-succinic acid (DMSA)
Senyawa
organik yang dikenal juga dengan nama dagang chemet ini merupakan
khelator yang efektif dalam penanganan keracunan logam berat seperti timbal,
arsen dan merkuri. Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa DMSA mampu
mengeluarkan 65 % merkuri dari dalam tubuh manusia dalam selang waktu tiga
jam (Patrick : 2002)
DMSA relatif aman digunakan sebagai khelator. Pada manusia normal, manusia, yang tidak terkontaminasi merkuri, 90 % DMSA yang diabsorbsi tubuh, diekskresikan melalui urin dalam bentuk disulfida dengan gugus thiol sistein. Sedangkan sisanya berada dalam bentuk bebas atau tanpa ikatan dengan gugus lain. Dalam upaya mempercepat proses pengeluaran merkuri dalam tubuh manusia, DMSA dapat digunakan bersamaan dengan khelator lain seperti ALA (Alpha Lipoic Acid). DMSA juga dapat digunakan bersamaan dengan anti oksidan, seperti vitamin E dan vitamin C, dalam upaya mengurangi gangguan kesehatan sebagai akibat pembentukan radikal bebas oleh merkuri (Patrick : 2003)
Referensi
Miller,
Alan L. 1998, Dimercaptosuccinic Acid (DMSA), A Non-toxic, Water-Soluble
Treatment for Heavy Metal Toxicity. Alternative Medicine Review vol 3 (3)
199-207.
Patrick, Lyn. 2002, Mercury Toxicity and Anti Oksidant: part I: Role Of Gluthatione And Alpha-Lipoic Acid in The Treatment of Mercury Toxicity. Alternative Medicine Review Vol 7 (6) 456-471. Patrick, Lyn. 2003, Toxic metal and antioksidants: part II. The Role of Antioxidants in arsenic and cadmium Toxicity. Alternative Medicine Review Vol 8 (2) 106.
Kata Kunci :
|